Google

Monday, October 22, 2018

Mencari GUSTI ALLAH Lewat Sanepan

KEHIDUPAN spiritual orang Jawa tidak terlepas dari Sanepan (perumpamaan). Namun dalam sanepan tersebut terdapat makna-makna yang dalam yang umumnya disamarkan sehingga tidak mudah untuk dimengerti oleh masyarakat secara umum.

Biasanya untuk memahami keberadaan GUSTI ALLAH, orang Jawa akan menggunakan sanepan untuk menyamarkan pesan yang akan disampaikan sehingga tidak akan tampak vulgar.

Ada beberapa sanepan yang perlu diketahui oleh para pendaki spiritual guna memahami GUSTI ALLAH. Sanepan-sanepan itu antara lain:

1. Golekana Tapak e Kuntul Mabur
2. Golekana Kayu Gung Susuhing Angin
3. Golekana Galihing Kangkung

Golekana Tapak e Kuntul Mabur

Kuntul atau bangau jika terbang maka akan sulit untuk melihat tapak kakinya. Hal itu sejatinya mengesankan bahwa GUSTI ALLAH itu ada namun kita tidak bisa melihatnya. Begitulah orang Jawa begitu halus 'membungkus' keberadaan GUSTI ALLAH dan tidak menerangkannya secara gamblang.

Golekana Kayu Gung Susuhing Angin

Sejatinya, makna kata 'Kayu' berarti 'karep' atau keinginan. 'Gung' berarti besar. Sedangkan 'Susuhing Angin' adalah nafas manusia. Kalau sanepan itu dirangkum, maka memiliki arti yang bermakna: Keinginan yang kuat atau besar hanya bisa terkabul jika mampu menguasai nafas.

Golekana Galihing Kangkung 

Dalam arti biasa ini berarti kita harus mencari apa inti atau tengah tengah dari sebuah tanaman kangkung, padahal seperti yang kita tahu bahwa tanaman kangkung itu sendiri pada saat kita belah menjadi dua maka kita akan melihat bahwa sama sekali tiada tengahnya, yang ada adalah rongga kosong seperti bilah bambu yang kita pecah/belah menjadi dua.

Trus apa makna kata kata diatas? Karena kita tau tidak ada isi ditengah-tengah batang tanaman kangkung itu sendiri.

Nah dalam filosofi Jawa GOLEKONO GALIHING KANGKUNG memuat makna bahwa semua itu berawal dari kosong dan akan menjadi kosong pula, begitu juga manusia, dulu kita gak pernah ada karena kita masih di alam SUWUNG kemudian kita dilahirkan besar dewasa dan mati kita akan kembali ke alam SUWUNG itu sendiri.

Karena pada saat kita bertanya siapa GUSTI ALLAH itu? Ya kita bisa jawab GUSTI ALLAH adalah kekosongan itu sendiri, padahal dalam kekosongan itu GUSTI ALLAH berkarya dalam menciptakan segalanya.(*)

RAHAYU SAGUNG DUMADI

Jadi Bodoh di Depan GUSTI ALLAH

KEBERADAAN dunia ini dibagi menjadi 2. Yaitu alam dunia tempat kita hidup saat ini dan alam spiritual, tempat kita menggapai Kawruh untuk bisa menghadap dan menyembah Sang Pencipta. 

Simbol kehidupan di alam dunia adalah segitiga. Mengapa demikian, coba lihat sebuah segitiga. Segitiga dimulai dari bentuk bawah yang lebar kemudian semakin lama ke atas kian menyempit. Apa hubungannya antara segitiga dengan kehidupan dunia?

Dalam hal ilmu, bagian bawah segitiga yang cenderung lebar merupakan simbol dari ilmu dunia. Contoh, jika kita mempelajari ilmu marketing, maka ada beberapa ilmu tentang marketing yang harus dipelajari, seperti ilmu mempelajari produk yang akan dijual, mengetahui pangsa pasar yang menjadi target pemasaran produk tersebut, mempelajari kelebihan dan kekurangan dari produk yang akan dijual, mempelajari tehnik marketing untuk menjual produk tersebut dan lain sebagainya.

Artinya, untuk bisa menguasai ilmu marketing yang merupakan ilmu dunia itu, maka banyak hal yang perlu kita pelajari karena kita semula tidak memahaminya, ibarat bagian bawah segitiga yang lebar. Tetapi setelah kita memahami dan menguasai ilmu tentang marketing, maka bisa diibaratkan kita sudah berada di pucuk atas dari segitiga. Kalau kita sudah berada di pucuk atas segitiga, maka kita sudah menjadi ahli dan pakar dalam bidang marketing.

Kawruh di Alam Spiritual

Berbeda dengan ilmu nyata di alam dunia, alam spiritual bak segitiga terbalik. Untuk mengetahui Kawruh di alam spiritual, maka kita memulainya dari titik yang berada di bawah. Semakin lama ke atas, maka akan semakin melebar. Artinya, Kawruh spiritual yang kita pelajari akan semakin luas. Dan kita tidak akan bisa disebut semakin pintar dalam hal spiritual. Semakin ke atas, maka kita akan semakin bodoh.

Artinya, jika kita berniat untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH, maka kita tidak bisa disebut pintar. Semakin dekat pada GUSTI ALLAH maka manusia akan semakin merasa bodoh dan tak bisa apa-apa. Semakin mendekat pada GUSTI ALLAH, maka manusia tidak memiliki kesaktian apa-apa. Kembali menjadi manusia yang bodoh dan hanya mengandalkan anugerah dan perlindungan dari GUSTI ALLAH.(*)


RAHAYU SAGUNG DUMADI