Google

Saturday, January 29, 2011

Membedakan Pingin dan Kersaning GUSTI

Setiap manusia sarat dengan keinginan. Keinginan tersebut senantiasa ada setiap waktu. Kalau kita lihat hati kita, maka setiap saat keinginan kita terhadap ini dan itu akan terus bertambah. Manusia memang ditakdirkan menjadi makhluk yang tidak akan pernah merasa puas.

Itulah yang disebut dengan keinginan. Dalam bahasa jawanya keinginan itu disebut kepingin atau biasa disingkat pingin. Pingin ini, pingin itu dan pingin banyak lagi yang lainnya. Setiap manusia pasti memiliki kepinginan.

Sementara itu, kersaning GUSTI merupakan hak prerogatif dari GUSTI ALLAH. Kita tidak bisa melakukan hal yang lebih maksimal jika sudah menjadi kersaning GUSTI yang dicapai hanya segitu.

Pertanyaan yang kini muncul adalah, apakah perbedaan pingin dan kersaning GUSTI? perbedaannya, pingin atau kepinginan dari setiap manusia senantiasa berada di bawah pengaruh dari hawa nafsu.

Sedangkan kersaning GUSTI adalah keinginan manusia yang sudah dilakukan tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. 

Kersaning GUSTI lebih cenderung pada kepasrahan manusia setelah melakukan ikhtiar. Namun banyak manusia yang salah mengartikan bahwa mereka tidak melakukan ikhtiar apapun, namun menyebut hal itu sebagai kersaning GUSTI.

Ngalam

Kata NGALAM memiliki arti upaya manusia untuk mendekatkan diri dengan alam. Alam bisa menjadi sahabat manusia, tetapi alam pun bisa menjadi musuh bagi manusia. Dikatakan musuh apabila manusia merusak alam, dan sebagai timbal baliknya alam akan merusak kehidupan manusia itu sendiri. Namun bila manusia memelihara dan menyayangi alam, maka alam akan menjadi sahabat manusia tersebut.

Apa yang disebutkan di atas adalah tindakan yang akan terjadi jika manusia bersahabat atau memusuhi alam. Sementara kata NGALAM di sini adalah berkaitan dengan meditasi, semedi ataupun manekung. Dalam melakukan aktivitas meditasi, semedi ataupun manekung setiap pelaku senantiasa berhubungan dengan alam.

Jika meditasi, semedi ataupun manekung tersebut dilaksanakan di tempat terbuka, maka seseorang akan bisa merasakan setiap desiran angin yang bertiup sepoi-sepoi. Seolah-olah manusia tersebut berdialog dengan alam sebagai sesama makhluk GUSTI ALLAH.

Dengan NGALAM, seorang manusia memiliki insting ataupun naluri seperti halnya hewan. Hewan-hewan di hutan akan mengetahui sebuah gunung akan meletus. Nalurinya yang tajam akan mampu merasakan apa yang akan terjadi. Demikian pula dengan manusia yang mampu NGALAM. Tanda-tanda dari alam akan menunjukkan pada dirinya apa yang bakal terjadi. Pelaku spiritual yang sering NGALAM akan semakin dekat dengan GUSTI ALLAH.

Seperti diketahui, bagi pelaku spiritual, ada dua kitab yang bisa dipelajari. Kedua kitab tersebut adalah kitab garing (kering) dan kitab basah. Nah, kitab garing (kering) itu adalah kitab seperti Al Qur'an, Injil dll. Sementara kitab basah adalah alam semesta ini.

Seperti pernah disebutkan sebelumnya, bahwa hakekat hidup setiap manusia ada 2 yaitu:
1. Tansah manembah marang GUSTI ALLAH
2. Apik marang sak padha-padhaning ngaurip

Nah, di sini alam yang berisi tumbuhan dan hewan serta unsur-unsur lainnya juga makhluk (sak padha-padhaning ngaurip). Jika kita tidak bersahabat dengan alam, mampukah kita menghadapi amukan alam?

Tuesday, January 4, 2011

Kesaktian VS Kekhusyukkan

Banyak orang yang membayangkan bahwa dengan belajar Kawruh Kejawen, maka seseorang akan bisa apa-apa. Bisa kebal bacok, bisa terbang, bisa menyembuhkan orang sakit dan beraneka macam kemampuan lainnya. Dengan kata lain, belajar Kawruh Kejawen itu akan mampu memiliki kesaktian yang luar biasa. Padahal tidak demikian.

Orang belajar Kawruh Kejawen sama sekali tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesaktian apapun. Setidaknya dengan belajar Kawruh Kejawen maka seseorang akan mampu memaknai hidup, tahu hakekat dan tujuan hidup. Yang utama adalah mengetahui kemana arah kita setelah kita mati, meski banyak orang mengatakan kita akan kembali kepada GUSTI ALLAH sesuai dengan ayat Innalillahi Wa Innaillaihi Rojiun. Namun untuk kembali kepada GUSTI ALLAH tidak semudah yang dikatakan.

Banyaknya pemahaman yang keliru tentang Kejawen tentang beraneka kesaktian yang bisa diperoleh, ternyata akan membuat seseorang akhirnya merasa kecewa. Apa sebabnya? Sebab Kejawen tidak hanya mengajarkan ilmu seperti itu. Memang ada yang mengajarkan ilmu itu, namun hal itu sebatas di permukaan saja. Justru orang yang sudah belajar Kejawen lebih mendalam tidak akan pernah menonjolkan ilmu-ilmu kesaktian seperti tersebut.

Tidak ada yang sakti di dunia ini. Bak peribahasa "Di atas langit, masih ada langit", artinya keliru jika seseorang menyatakan dirinya yang paling sakti di dunia ini. Kesaktian hakiki adalah milik GUSTI ALLAH semata.

Justru ketika seseorang sudah mulai dekat dengan GUSTI ALLAH, maka semua kesaktian yang dimilikinya akan rontok. Semua kebencian yang berhubungan dengan dunia akan berganti dengan kasih sayang. Seperti peribahasa,"jika engkau ingin dikasihi oleh yang di 'Atas' makas kasihilah semua yang ada di bumi." Dan Insya Allah semua doa akan dikabulkan GUSTI ALLAH. Seperti disebutkan dalam nukilan sebuah serat Jawi yang menyatakan,"Jinurung sak Kerso niro.(terkabulkan apa semua keinginanmu)"

Kejawen adalah ilmu rasa. Mengapa dikatakan demikian? Karena apa nikmatnya sebuah ibadah atau ritual apapun tanpa adanya rasa? Sebuah ibadah akan menjadi ibadah rutin jika rasa tidak diikutsertakan. Dengan menggunakan rasa, maka sebuah ibadah ataupun ritual akan menjadi lebih khusyuk. Kini pertanyaan yang muncul adalah, apa hebatnya sebuah ilmu kesaktian dibandingkan kekhusyukan dalam beribadah?