Indonesia kini tengah diuji oleh GUSTI KANG MOHO SUCI. Hal itu terbukti dengan banyaknya bencana yang terjadi di Bumi Ibu Pertiwi ini. Dari saratnya bencana yang terjadi di Indonesia, semestinya kita melakukan koreksi di dalam diri masing-masing. Banyak ibadah yang sudah kita lakukan, tetapi kenapa bencana demi bencana menerpa tanah air tercinta.
Mari kita sama-sama menyimak ibadah yang telah kita lakukan selama ini dengan tidak menyalahkan cara ibadah yang satu dengan lainnya. Rata-rata kita ini terpaku pada kuantitas (banyaknya jumlah) dalam menjalankan ibadah. Tetapi tidak terpikirkan sedikitpun bahwa GUSTI ALLAH itu sebenarnya lebih mementingkan kualitas (inti) dari sebuah ibadah.
Kata-kata "ibadah" sendiri diambil dari bahasa Arab yaitu "Abada/A'budu" yang artinya menyembah. Yang dimaksud menyembah di sini bukan hanya sekedar menyembah dan gugur kewajiban dalam melakukan ritual ibadah. Tetapi semata-mata setiap ibadah yang kita lakukan harus senantiasa diperuntukkan bagi GUSTI ALLAH semata. Maksudnya, dalam menyembah GUSTI ALLAH tersebut, seseorang tidak ingin mendapat pujian dari orang lain. Ada pepatah Jawa yang bunyinya "Ojo mung kepingin di wah, mengko mundhak ora oleh uwoh" (Jangan beribadah hanya untuk mendapatkan wah dari orang lain, nanti tidak akan mendapatkan buahnya).
Lha bagaimana sebuah ibadah bisa dikatakan berkualitas? Ibadah itu bisa dikatakan berkualitas jika memenuhi beberapa kriteria.
1. Menyembah hanya pada GUSTI ALLAH semata
2. Mampu menghadirkan rasa dalam manembah
Nah, kriteria yang kedua ini cenderung sangat sulit untuk dilakukan. Jika kita manembah GUSTI ALLAH tetapi rasa yang kita miliki tidak ikut terlibat, maka panembah tersebut cenderung tidak ada artinya dan hanya gugur kewajiban semata.
Cara untuk menghadirkan rasa adalah meresapi setiap ibadah yang dilakukan hingga rasa kita ikut manembah pada GUSTI ALLAH. Pertanyaannya, rasa yang mana yang harus hadir saat manembah GUSTI ALLAH? Rasa di sini bukan berarti rasa manis, pahit, asam atau lainnya. Dan juga bukan rasa sakit, rasa gembira, rasa sedih dan lainnya, melainkan rasa hati nurani.
Memang tidak mudah untuk bisa 'mengajak' rasa hati nurani untuk hadir dalam setiap ibadah yang dilakukan. Tetapi, itu bukanlah hal yang mustahil. Tentu saja dengan latihan secara rajin dan terus menerus. Insya Allah dengan begitu maka semua ibadah akan berarti banyak di depan GUSTI ALLAH. Amien.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment