Kebanyakan manusia tidak memahami bagaimana sebuah perjalanan untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH. Bahkan banyak diantara manusia yang bertanya,"saya ini sudah berkali-kali meminta pada GUSTI ALLAH, tetapi kenapa kok belum juga dikabulkan?" Mungkin pertanyaan seperti ini sering kita dengar. Sebenarnya dalam manembah, memuji dan meminta pada GUSTI ALLAH itu memiliki kunci tersendiri. Kuncinya adalah pada 0 (nol).
Jika pikiran manusia saat sholat dan manembah GUSTI ALLAH masih belum bisa nol, maka mustahil doa tersebut bakal cepat terkabul. Kalaupun doa itu terkabul, maka waktunya akan lama. Tetapi jika manusia itu mampu menjadikan pikirannya nol, maka doanya insyaallah akan cepat terkabul. Dari sini kita bisa mengaji, bahwa saat menghadap GUSTI ALLAH itu tidak seharusnya kita masih memikirkan bab dunia.
Artinya, kalau mau menghadap, manembah dan meminta pada GUSTI ALLAH maka tinggalkanlah hal-hal yang berbau keduniaan untuk sementara waktu. Pikiran manusia harus 0 (nol) untuk bisa menuju pada GUSTI ALLAH. Ada seorang teman yang mengatakan bahwa meneng tanpo mikir (semedi) merupakan hal yang paling sulit dilakukan. Sebenarnya, caranya mudah yakni dengan mematikan pikiran yang ada pada otak kita. Bukankah kita selalu ditipu oleh otak yang senantiasa mengejawantahkan sejuta angan-angan yang berasal dari karsa (keinginan) kita. Padahal, angan-angan itu kalau dikejar akan lari seperti halnya bayang-bayang kita yang akan terus berlari kalau kita kejar.
Ketika melakukan semedi, seseorang hendaknya mematikan pikirannya. Ia tidak lagi memikirkan masalah pekerjaan, rumah tangga, hutang dan lain-lainnya yang berhubungan dengan bab duniawi. Konsentrasinya hanya tertuju pada GUSTI ALLAH. Itupun bisa dilakukan dengan berdzikir dalam hati dengan menyebut asma GUSTI ALLAH atau yang lebih lazim adalah mengucapkan Laa Illahaillallah dalam hati sesuai dengan napas kita.
Dengan terus berkonsentrasi pada GUSTI ALLAH, maka kita akan menemukan yang dinamakan hening. Di saat kondisi hening itulah, konsentrasi pada GUSTI ALLAH tidak boleh memudar. Di situlah kita akan menemukan titik nol. Artinya, kita sudah tidak lagi memikirkan tentang hal-hal lain selain GUSTI ALLAH. Ketika seseorang berada dalam kondisi 0 (nol) maka mata batinnya akan lebih tajam. Tentu saja untuk bisa berada dalam kondisi tersebut perlu latihan dan ibadah yang terus menerus (istiqomah).
Thursday, August 12, 2010
Manajemen Nafsu
Puasa di bulan ramadhan berkaitan erat dengan nafsu. Kalau kita bisa mengatur nafsu, maka insyaallah ibadah kita akan diterima oleh GUSTI ALLAH. Tetapi jika nafsu manusia tidak terkendali, maka orang yang berpuasa akan menemui kepayahan demi kepayahan dalam beribadah. KH. Abdullah Gymnastiar (A'a Gym) pernah mengungkapkan metode manajemen qolbu. Tetapi tanpa disadari, manusia juga harus mampu mengelola nafsu ke arah kebaikan. Apakah manajemen nafsu itu? Bagaimana mengatur nafsu menjadi sebuah manajemen?
Setiap manusia di dunia ini memiliki nafsu. Kata nafsu belum tentu buruk. Jika seorang manusia tidak memiliki nafsu, maka ia akan menjadi manusia yang lemas, tidak mau melakukan aktivitas apapun. Ia cenderung duduk dan melamun. Dari situlah nafsu sangat diperlukan dalam hidup. Dengan berbekal nafsu itu, manusia akan mempunyai keinginan, mampu beraktivitas, mencari nafkah untuk keluarganya dan melakukan ibadah. Lho, kok nafsu bisa untuk tujuan beribadah?
Lha jelas sekali, nafsu juga untuk tujuan beribadah. Tetapi konotasinya bukan nafsu yang buruk. Nafsu untuk beribadah adalah keinginan untuk mendekatkan diri dengan GUSTI ALLAH. Tidak mungkin seseorang mampu mendekatkan diri kepada GUSTI ALLAH tanpa adanya nafsu. Tetapi nafsu untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH tersebut adalah cenderung nafsu yang terkendali. Artinya, kita bisa mengarahkan nafsu tersebut ke arah yang positif yakni mendekatkan diri pada Hyang Maha Suci.
Manajemen nafsu tersebut terbagi menjadi 2, yakni nafsu baik (nafsu) dan nafsu buruk (hawa nafsu). Sebuah nafsu adalah baik, tetapi jika nafsu tersebut kemasukan hawa akhirnya menjadi hawa nafsu. Nah, hawa nafsu inilah yang cenderung buruk. Di hawa nafsu buruk inilah tempat dimana setan bersembunyi. Ia hidup selaras dengan nafas dan keinginan manusia. Ada yang mengatakan,"Di Bulan Puasa setan diikat dan dirantai sehingga tidak bisa menggoda manusia. Pertanyaannya, setan manakah yang diikat dan dirantai? Padahal, setan yang selalu menggoda manusia untuk berbuat kejahatan itu terdapat di hati besarnya manusia. Ia hidup bersama manusia dan tahu pasti kelemahan setiap manusia.
Dengan melakoni puasa, manusia cenderung untuk menekan langkah setan untuk menggoda. Meskipun kadangkala ada juga orang yang masih tergoda walaupun dalam kondisi berpuasa. Ibadah puasa itu adalah urusan manusia itu sendiri dengan GUSTI ALLAH. Artinya, tidak boleh orang mencampuri urusan manusia lainnya dalam hal ibadah puasa. Sering kita lihat dan mendengar seseorang bertanya kepada orang lainnya,"Kamu nggak puasa?" Pertanyaan tersebut otomatis adalah pertanyaan yang mencampuri ibadah orang lain. Tentu saja si penanya dalam hal ini ingin menunjukkan pada orang yang ditanya bahwa dirinya berpuasa dengan dalih untuk mengingatkan. Hal itu juga termasuk nafsu yang berkategori hawa nafsu untuk menunjukkan kemampuan dirinya pada orang lain.
Contoh nafsu lainnya pada bulan puasa. Misalnya menjelang buka puasa pada pukul 4 sore, tiba-tiba seseorang berpikir akan berbuka apa. "Wah enaknya makan nasi rawon dan minum es campur," ungkapnya dalam batin. Perkataannya dalam batin tersebut lalu diwujudkannya dengan menuju ke sebuah warung dan membungkus es campur dan lauk rawonnya. Padahal masih jam 4 sore. Itu sama saja hawa nafsunya sudah mengajak untuk berbuka puasa pada pukul 4 sore.
Demikian juga dengan tadarus merupakan hal yang baik saat berpuasa, tetapi jika dilakukan dengan suara yang keras dengan keinginan hawa nafsunya untuk bisa didengar orang lain, itupun merupakan salah satu nafsu yang buruk.
Intinya, di bulan ramadhan ini, puasa merupakan ibadah untuk menekan hawa nafsu. Sehingga yang ada adalah nafsu yang baik untuk berserah diri pada GUSTI ALLAH. KENALILAH HAWA NAFSUMU, MAKA KAMU AKAN MAMPU MENGENDALIKANNYA. Selamat menjalankan ibadah puasa.
Setiap manusia di dunia ini memiliki nafsu. Kata nafsu belum tentu buruk. Jika seorang manusia tidak memiliki nafsu, maka ia akan menjadi manusia yang lemas, tidak mau melakukan aktivitas apapun. Ia cenderung duduk dan melamun. Dari situlah nafsu sangat diperlukan dalam hidup. Dengan berbekal nafsu itu, manusia akan mempunyai keinginan, mampu beraktivitas, mencari nafkah untuk keluarganya dan melakukan ibadah. Lho, kok nafsu bisa untuk tujuan beribadah?
Lha jelas sekali, nafsu juga untuk tujuan beribadah. Tetapi konotasinya bukan nafsu yang buruk. Nafsu untuk beribadah adalah keinginan untuk mendekatkan diri dengan GUSTI ALLAH. Tidak mungkin seseorang mampu mendekatkan diri kepada GUSTI ALLAH tanpa adanya nafsu. Tetapi nafsu untuk mendekatkan diri pada GUSTI ALLAH tersebut adalah cenderung nafsu yang terkendali. Artinya, kita bisa mengarahkan nafsu tersebut ke arah yang positif yakni mendekatkan diri pada Hyang Maha Suci.
Manajemen nafsu tersebut terbagi menjadi 2, yakni nafsu baik (nafsu) dan nafsu buruk (hawa nafsu). Sebuah nafsu adalah baik, tetapi jika nafsu tersebut kemasukan hawa akhirnya menjadi hawa nafsu. Nah, hawa nafsu inilah yang cenderung buruk. Di hawa nafsu buruk inilah tempat dimana setan bersembunyi. Ia hidup selaras dengan nafas dan keinginan manusia. Ada yang mengatakan,"Di Bulan Puasa setan diikat dan dirantai sehingga tidak bisa menggoda manusia. Pertanyaannya, setan manakah yang diikat dan dirantai? Padahal, setan yang selalu menggoda manusia untuk berbuat kejahatan itu terdapat di hati besarnya manusia. Ia hidup bersama manusia dan tahu pasti kelemahan setiap manusia.
Dengan melakoni puasa, manusia cenderung untuk menekan langkah setan untuk menggoda. Meskipun kadangkala ada juga orang yang masih tergoda walaupun dalam kondisi berpuasa. Ibadah puasa itu adalah urusan manusia itu sendiri dengan GUSTI ALLAH. Artinya, tidak boleh orang mencampuri urusan manusia lainnya dalam hal ibadah puasa. Sering kita lihat dan mendengar seseorang bertanya kepada orang lainnya,"Kamu nggak puasa?" Pertanyaan tersebut otomatis adalah pertanyaan yang mencampuri ibadah orang lain. Tentu saja si penanya dalam hal ini ingin menunjukkan pada orang yang ditanya bahwa dirinya berpuasa dengan dalih untuk mengingatkan. Hal itu juga termasuk nafsu yang berkategori hawa nafsu untuk menunjukkan kemampuan dirinya pada orang lain.
Contoh nafsu lainnya pada bulan puasa. Misalnya menjelang buka puasa pada pukul 4 sore, tiba-tiba seseorang berpikir akan berbuka apa. "Wah enaknya makan nasi rawon dan minum es campur," ungkapnya dalam batin. Perkataannya dalam batin tersebut lalu diwujudkannya dengan menuju ke sebuah warung dan membungkus es campur dan lauk rawonnya. Padahal masih jam 4 sore. Itu sama saja hawa nafsunya sudah mengajak untuk berbuka puasa pada pukul 4 sore.
Demikian juga dengan tadarus merupakan hal yang baik saat berpuasa, tetapi jika dilakukan dengan suara yang keras dengan keinginan hawa nafsunya untuk bisa didengar orang lain, itupun merupakan salah satu nafsu yang buruk.
Intinya, di bulan ramadhan ini, puasa merupakan ibadah untuk menekan hawa nafsu. Sehingga yang ada adalah nafsu yang baik untuk berserah diri pada GUSTI ALLAH. KENALILAH HAWA NAFSUMU, MAKA KAMU AKAN MAMPU MENGENDALIKANNYA. Selamat menjalankan ibadah puasa.
Subscribe to:
Posts (Atom)